Legenda Desa Gembong

Disadur Oleh : Arik Purwanti

Dikutip dari beberapa dongeng atau cerita para orang tua/ sesepuh desa tentang asal usul desa Gembong yang tentunya tidak menjamin kebenaran data secara kenyataan atau sebenarnya, namun penulis berupaya untuk menyusun penulisan ini untuk mendekati kebenaran.

Dipercaya oleh sebagian masyarakat setempat bahwa nama desa Gembong berasal dari sebuah kata dalam bahasa jawa yaitu “ngombong” yang berarti “masuk”. Akan tetapi ada pula yang menyebutkan bahwa nama desa Gembong diambil dari kata “ngembong” yang memiliki arti ‘genangan air’. Salah satu dari cerita yang beredar di masyarakat adalah keberadaan dua sumur tua di desa Gembong yang kemudian berhubungan erat dengan legenda terbentuknya Desa Gembong.

Dikisahkan, disebuah wilayah desa terjadi kemarau panjang yang mengakibatkan masyarakat menderita kelaparan dan kehausan, dalam penderitaan panjang yang melanda daerah tersebut hadirlah seorang murid dari Sunan Drajat yaitu Raden Fathul Hussein yang diutus untuk menyebarkan agama Islam ke arah selatan.

Di setiap jalan yang beliau lalui terlihat beberapa anak kecil, perempuan hamil hingga orang tua yang sudah renta menempuh perjalanan yang amat jauh menuju bengawan solo demi mendapatkan air bersih. Matahari yang mulai meninggi terasa sinarnya begitu menyengat di kulit, perkiraan waktu sholat dhuhur telah tiba sehingga beliau berhenti melangkahkan kakinya dan berteduh dibawah pohon beringin yang menjulang tinggi untuk istirahat dan mendirikan sholat.

Saat beristirahat sebelum mendirikan sholat beliau duduk mengamati pohon beringin itu tampak subur dan berdaun lebat meskipun pohon-pohon di sekitarnya telah meranggas. Tampak beberapa orang masih berjalan lalu lalang hanya untuk mengambil air di tempat yang jauh dari pemukiman warga. Sawah dan ladang mengering hingga kelaparan pun menambah penderitaan mereka.

Melihat keadaan tersebut, Raden Fathul Hussein sebenarnya merasa tidak tega. Beliau kemudian terpikirkan untuk mengambil air wudhu dan mengisi bekal air untuk melanjutkan perjalanan. Beberapa saat kemudian beliau terduduk dan memanjatkan doa, tak berapa lama kemudian tangannya mengusap tanah kering yang menjalar akar-akar beringin disebelahnya sembari mengeluarkan keris pusakanya dan langsung menancapkan keris tersebut ke akar pohon beringin. Air jernih seketika muncrat keluar dengan derasnya. Beliau segera menggali lubang untuk menampung tumpahan air tersebut agar tidak meluber kemana-mana.

Beberapa orang yang berjalan dan menyaksikan hal tersebut segera membantu menggali tanah menggunakan alat seadanya agar air yang keluar bisa ‘ngombong” (masuk) dalam lubang galian tersebut akan tetapi tak disangka air tidak hanya keluar dari akar pohon saja melainkan dari tanah tersebut juga mengucur deras air yang sangat jernih hingga galian lubang tersebut berubah menjadi sebuah sumur.

Dari situlah semua orang berbondong-bondong datang ke tempat tersebut untuk mendapatkan air bersih. Kemudian atas permintaan warga disana, Raden Fathul Hussein mengambil keputusan untuk menetap di daerah tersebut dan menyebarkan agama islam di daerah yang pada akhirnya disebut sebagai “Gembong”.

Di dekat sumur itulah Raden Fathul Hussein melakukan dakwah islam, hingga beliau mendapat julukan “Mbah Kyai Santri”, kata santri yang dapat diartikan sebagai orang yang saleh/ mendalami agama islam dan beribadah dengan sungguh-sungguh. Banyak orang menimba ilmu di daerah tersebut hingga islam berkembang pesat.

Setelah Raden Fathul Hussein wafat beliau dimakamkan di desa Gembong. Dan di pinggir sumur yang semula menjadi lokasi dakwah, sepeninggal Mbah Kyai Santri lama kelamaan sumur tersebut beralih fungsi menjadi lokasi sedekah bumi ("nyadran" dalam bahasa jawa), menuntut ilmu spiritual dan lain-lain.

Pergeseran kebudayaan tersebut berlangsung lama, hingga islam kembali mengalami masa kejayaannya selepas penjajahan belanda sehingga prosesi sedekah bumi, menuntut ilmu spiritual dan kegiatan lainnya di tempat tersebut berangsur mulai menghilang. Sampai saat ini sumur tersebut masih ada dan masih difungsikan oleh masyarakat sekitar terutama untuk mandi, memasak, mencuci dan lain sebagainya.

Dan sumur yang ada kini disebut sebagai "Sumur Gede" karena sebelum dipugar pertama kali ukuran diameternya memang sangat besar dibanding sumur galian pada umumnya, dengan bebatuan besar menonjol tak beraturan pada sisi dindingnya. Akan tetapi kini sumur tersebut telah dipugar beberapa kali agar menjadi lebih aman untuk masyarakat terutama anak-anak, dengan bentuk yang bulat dan lebih rapi dengan diameter permukaan sumur yang memang sedikit berkurang lebih kecil dibanding ukuran aslinya yang sebelumnya menganga sangat lebar. Air yang sangat bersih selalu tersedia dan tidak pernah kering meskipun terjadi kemarau panjang.